Seputar Peradilan
Bertempat di Aula PTA Banjarmasin, dilaksanakan kegiatan sosialisasi Penerapan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim dalam Bermedia Sosial. Kegiatan yang merupakan wujud sinergitas antara Komisi Yudisial RI dan Mahkamah Agung RI berlangsung selama 2 hari yakni tanggal 26 s/d 27 Oktober 2017.
Dengan peserta Hakim Tingkat Banding dan Tingkat Pertama 4 lingkungan Badan Peradilan di wilayah Kalimantan Selatan, yaitu dari Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Agama Banjarmasin, Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Banjarmasin, Hakim Pengadilan Agama Banjarmasin, Hakim Pengadilan Agama Banjarbaru, Hakim Pengadilan Agama Martapura, Hakim Pengadilan Negeri Banjarmasin, Hakim Pengadilan Negeri Banjarbaru, Hakim Pengadilan Negeri Martapura,Hakim Pengadilan Militer Banjarmasin dan Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Banjarmasin.
Ketua PTA Banjarmasin Dr. H. Muhammad Shaleh, S.H., M.Hum. dalam sambutannya mengapresiasi dan menyambut baik kegiatan tersebut. Ketua PTA Banjarmasin menyampaikan bahwa sudah menyiapkan diri melakukan pencegahan agar jauh dari pelanggaran Kode Etik, mulai dari instruksi pemasangan stiker larangan menerima tamu yang berhubungan dengan perkara, hingga 4 larangan keras aparatur PTA Banjarmasin yakni larangan selingkuh, larangan korupsi, larangan menerima tamu berperkara dan larangan menjadi calo perkara.
Rangkaian kegiatan sesi pertama diawali dengan pemaparan materi “Komunikasi Efektif Dalam Bermedia Sosial” dengan Dr. Joko Sasmito, S.H., M.H. sebagai narasumber.
Mengawali materinya, Dr. Joko Sasmito, S.H., M.H. (Ketua Bidang Pencegahan dan Peningkatan Kapasitas Hakim KY) menyampaikan tentang ramainya pengguna media sosial atau kerap disingkat “medsos”. Tidak terkecuali hakim pun adalah salah satu pengguna dalam medsos, namun seorang hakim menurut pandangan orang lain adalah sosok yang memiliki kapasitas dan moral yang melebihi orang lain pada umumnya, oleh karenanya seorang hakim dituntut untuk beretika lebih, meskipun pada hakikatnya hakim juga seorang manusia biasa yang tidak lepas dari salah dan khilaf. Beliau juga menyebutkan beberapa kasus terkait pelanggaran kode etik hakim yang telah masuk ke Komisi Yudisial.
Pada intinya Dr. Joko Sasmito, S.H., M.H. mengajak seluruh hakim untuk bijak dalam menggunakan medsos, hakim jangan ikut terpancing atau berpolemik dalam media sosial, apalagi yang berhubungan dengan perkara yang masih dalam proses persidangan. Hakim juga harus berhati-hati dalam bertutur kata melalui medsos dan diluar medsos, seperti media cetak dan elektronik lainnya. serta berhati-hati jika akan menulis komentar atau akan menampilkan foto di medsos.
Materi selanjutnya yaitu tentang Etika Berinternet oleh Dr. Edmon Makarim, S. Kom, S.H., L.L.M. (Ketua Lembaga Kajian Hukum Teknologi Fakultas Hukum Universitas Indonesia).
Dr. Edmon Makarim, S. Kom, S.H., L.L.M. menjelaskan tentang sejarah singkat internet dan peran pemerintah RI dalam menyikapi hadirnya internet tersebut. Kaitannya dengan kode etik, narasumber menghimbau bahwa ‘Teknologi tidak akan pernah memanusiakan manusia’ dan setiap informasi tidak ada yang bebas nilai. Pengguna internet terkadang bingung dalam membedakan antara hal pribadi dan publik. Jabatan, gaya hidup, data keluarga dan kegiatan privat lainnya jangan terlalu diumbar di inter net, karena faktanya tidak semua orang menyukai apa yang kita pajang di internet.
Terkait tips kepada para hakim bagaimana cara agar bijak menggunakan media sosial, ia menyarankan Fatwa MUI bisa dijadikan sebagai pedoman. Misalnya, di dalam media sosial diharamkan untuk ghibah, fitnah, dan penyebaran permusuhan. Edmond pun menegaskan pentingnya hakim mengedepankan etika dalam bermedia sosial.