Seputar Peradilan
Banjarmasin (07/04)
Setiap memberikan pengarahan di hadapan arapat peradilan agama, Direktrur Jenderal Badan Peradilan Agama (Dirjen Badilag), YM. Drs. H. Abdul Manaf, M.H., senantiasa memberikan motivasi spiritual dan intelektual.
Motivasi spiritual yang disampaikan Dirjen Badilag bermula dari awal sesi. Beliau mengajak hadirin membacakan surat al-fatihah untuk para tokoh peradilan agama,baik yang telah mendahului, yang telah pensiun, maupun yang masih aktif bertugas. “Semoga Allah senantiasa memberikan kelapangan dan keberkahan kepada para tokoh tersebut,” ujar Dirjen Badilag pada acara Pembinaan di Aula PTA Kalimantan Selatan, Jumat (07/04).
Dalam kesempatan tersebut, Dirjen Badilag menyampaikan kritik yang merupakan hasil penelitian Dory Leiring, seorang hakim di Belanda sekaligus penasihatsenior World Bank Judicial Reform.
“Ada tiga kritik dari Dory yang perlu kita perbaiki: pertama: proses peradilan terlalu bertele-tele. Kedua, sulitnya mengakses keadilan;danketiga, korupnya lembagaperadilan.” papar Dirjen Badilag, mengutip Dory Leiring sebagaimana dalam disertasinya berjudul “Technology for Justice: How Information Technology Can Support Judicial Reform”, Leiden University Press, 2010.
Kritik tersebut perlu disikapi dengan obyektif, sehingga menjadi pemicu lembaga peradilan memperbaiki diri. Obyektivitas kita terhadap suatu kritik merupakan langkah awal yang baik, dengan harapan pada kemudian hari lembaga peradilan dapat memberikan pelayanan sesuai waktu yang ditentukan, mudah diakses oleh semua pencari keadilan, dan terbebas dari sikap koruptif.
Pada momen pembinaan tersebut, juga dimanfaatkan oleh Dirjen Badilaguntuk ‘menyulutkan’ api gairah intelektual. Beliau menyampaikan bahwa belakangan ini buku-buku mengenai peradilan agama sedikit sekali yang di pajang pada suatu toko buku.
“Ini menandakan, setidaknya gairah intelektual aparat peradilan agama perlu ditingkatkan. Kita harus mencontoh para tokoh terdahulu yang sangat banyak menghasilkan karya tulis,” papar Dirjen Badilag di hadapan Ketua PTA, para Hakim Tinggi, para Ketua dan Wakil Ketua, para hakim, serta para panitera dan sekretaris PA se Kalimantan Selatan.
Sambil berseloroh, Dirjen Badilag juga menyinggung kebiasaan aparat peradilan agama yang lebih sering mendatangi show room mobil ketimbang toko buku. “Siapa yang sudah ke toko buku dalam satu bulan ini?” tanya Dirjen Badilag sambil tersenyum.
“Siapa yang sudah datang ke show room mobil dalam minggu ini?” lanjut Dirjen Badilag, dengan senyum khasnya. Hadirin pun ikut tersenyum mendengar pertanyaan tersebut.
Kegelisahan Dirjen Badilag tentang kurangnya karya tulis yang dihasilkan oleh aparat peradilan agama, merupakan sebuah tantangan bagi aparat preadilan agama khususnya di wilayah PTA Kalimantan Selatan. Namun, perlu diketahui, sesungguhnya gairah menulis itu telah ada, dengan dimuatnya tulisan beberapa hakim, baik di Jurnal UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurnal Hukum dan Peradilan MA RI, maupun di beberapa media lainnya.
Selain itu, Hakim PA Banjarbaru, M Natsir Asnawi, usai acara tersebut menyerahkan tiga buah buku karya tulisnya kepada Dirjen Badilag. Ketiga buku tersebut adalah “Hukum Pembuktian Perkara Perdata di Indonesia”, “Hermeunitika Putusan Hakim”, dan “Hukum Acara Perdata; Teori, Praktik dan Permasalahannya di Peradilan Umum dan Peradilan Agama”, ketiganya diterbitkan oleh UII Press, Yogyakarta.
Atas karya tulis tersebut, Dirjen Badilag mengapresiasi dan mendorong untuk terus berkarya. “Saya mengapresiasi buku-buku ini. Jangan berhenti sampai di sini. Teruslah berkarya.” Pesan Dirjen Badilag.
Potensi yang dimiliki oleh individu-individu aparat peradilan agama di wilayah PTA Kalimantan Selatan, perlu ditingkatkan dan dikembangkan lebih baik lagi. Potensi tersebut kelak diharapkan dapat menghasilkan karya yang lebih baik dibawah arahan dan bimbingan PTA Kalimantan Selatan.