Seputar PA se Kalsel
Pemenuhan Kewajiban Nafkah Pasca Perceraian di Pengadilan Agama Pelaihari s.d. Agustus 2022
Bagaimana pelaksanaan pemenuhan kewajiban nafkah pasca perceraian di PA Pelaihari?Selama tahun 2022, berdasarkan data yang diperoleh dari petugas layanan pembayaran, terdapat 15 pembayaran nafkah. Kelima belas pembayaran tersebut terdiri dari 7 perkara cerai talak, dan 8 perkara cerai gugat. Untuk perkara cerai talak, pembayaran dilakukan dengan menitipkan uang di pengadilan dalam hal pihak istri tidak hadir pada saat sidang ikrar talak. Sedangkan untuk perkara cerai gugat pembayaran dilakukan ketika pihak Tergugat mengambil akta cerai.
Dari 15 pembayaran tersebut terdiri dari perkara tahun 2022 sebanyak 6 perkara, tahun 2021 sebanyak 7 perkara, dan tahun 2020 sebanyak 2 perkara.Selama tahun 2022 hingga awal Agustus 2022, terdapat 55 perkara cerai gugat yang diputus dengan kewajiban nafkah bagi pihak bekas suami dari 413 perkara yang diterima. Sedangkan untuk perkara cerai talak terdapat 34 perkara yang diputus dengan kewajiban nafkah bagi bekas suami, dari 125 perkara yang diterima.
Jika ditelusuri berdasarkan jenis pekerjaan dalam perkara cerai gugat yang diterima selama tahun 2022 hingga awal Agustus, ditemukan 5 besar jenis pekerjaan suami adalah:
1. Buruh harian lepas sebanyak 79 orang.
2. Karyawan sebanyak 71 orang.
3. Petani sebanyak 57 orang.
4. Sopir sebanyak 43 orang.
5. Pedagang sebanyak 33 orang.
Sedangkan jumlah suami yang tidak bekerja sebanyak 26 orang. Sementara besar beban kewajiban nafkah dari 15 pembayaran tersebut berkisar antara Rp500.000,00 sampai dengan Rp6.000.000,00.Sebagai perbandingan, selama tahun 2021 terdapat 41 pembayaran nafkah dengan jumlah antara Rp500.000,00 sampai dengan Rp9.000.000,00. Selama tahun 2021 terdapat 316 perkara cerai gugat yang diputus dengan pembebanan kewajiban nafkah bagi bekas suami dari 645 perkara cerai gugat yang diterima, dan 85 perkara cerai talak yang diputus dengan pembebanan kewajiban nafkah bagi bekas suami dari 183 perkara cerai talak yang diterima. Pembebanan nafkah dalam hal ini dapat mencakup nafkah iddah, mut'ah, dan nafkah anak, atau hanya nafkah anak.
Dari data-data yang dipaparkan di atas, dapat diketahui bahwa tingkat pemenuhan kewajiban nafkah pasca perceraian masih rendah jika dibandingkan dengan jumlah perkara yang diputus dengan pembebanan kewajiban nafkah, baik di tahun 2021 maupun tahun 2022. Pada tahun 2021, seiring dengan terbitnya kebijakan Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama terkait Jaminan Perlindungan Hak-hak Perempuan dan Anak pasca perceraian, tingkat tuntutan terhadap nafkah iddah, mut'ah, nafkah lampau, dan nafkah anak dalam perkara cerai gugat cukup tinggi. Namun kemudian tren yang berkembang, tuntutan demikian semakin berkurang dengan berbagai alasan dari pihak istri yang enggan untuk menuntut hak-hak pasca perceraian terkait nafkah iddah dan mut'ah dan jika ada lebih banyak menuntut nafkah anak.
Pada saat ini pembebanan kewajiban nafkah lebih banyak berdasarkan ex-officio hakim dibandingkan dengan tuntutan dalam surat gugatan dalam perkara cerai gugat maupun gugatan rekonvensi dalam perkara cerai talak. Dalam menggunakan kewenangan secara ex-officio terkait pembebanan kewajiban nafkah pasca perceraian, hakim selalu mempertimbangkan tiga hal, yaitu nusyuz istri, siapa yang mengasuh anak, dan kemampuan suami, sehingga tidak semua perkara dapat diputus dengan pembebanan kewajiban nafkah pasca perceraian kepada bekas suami.